PURBALINGGA, KOMPAS.com - Stok darah golongan O yang dimiliki PMI Purbalingga, Jawa Tengah, sejak sebulan terakhir kosong. Beberapa jenis golongan darah lain seperti AB, juga semakin menipis. Padahal kebutuhan kedua golongan darah itu sangat banyak, yakni mencapai 10 kantong darah sehari.
Kukuh, petugas Pencari dan Pelestarian Donor Darah Sukarela (P2D2S) PMI Purbalingga, Senin (5/3/2012), mengatakan, pihaknya kini mengintensifkan kerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat, instansi swasta dan pemerintah untuk, menggiatkan donor darah. "Kami juga harus bergerilya mencari orang-orang yang berpotensi diambil darahnya," tambahnya.
Sasaran utama orang-orang yang dianggap berpotensi di antaranya pendonor pengganti, yaitu pendonor di luar pendonor sukarela (bukan pendonor rutin) yang pernah secara insidentil membantu pasien berkebutuhan darah, di antaranya seperti keluarga atau kerabat pasien. Sasaran lain, yang penting memenuhi syarat usia (17-60 tahun), sehat, berat badan minimal 45 kg dan tidak setelah operasi dalam tiga bulan terakhir.
Kendati kebutuhan darah O dan AB lebih tinggi, Kukuh mengatakan pihaknya tidak semata hanya berburu kedua jenis golongan darah itu saja. Karena kondisi dan kebutuhan darah setiap hari, bahkan setiap menit, sangat mungkin berubah.
"Kebutuhan darah di Purbalingga mencapai 30 kantong darah sehari. Tetapi pemenuhannya baru sekitar 20 kantong per hari, akibatnya lebih dari 30 persen pasien yang membutuhkan tidak bisa mendapatkan darah untuk penyembuhan yang bisa mengakibatkan kematian," tutur Kukuh.
Data PMI Purbalingga menyebutkan, pada tahun 2010 dalam setahun terkumpul darah hingga 5.725 kantong, tahun 2011 jumlah darah yang terkumpul mencapai 7.461 kantong. Dalam setahun, PMI setempat telah melakukan kegiatan hingga 378 kali yakni pada tahun 2011. Itu belum termasuk upaya "gerilya" yang dilakukan secara informal.
"Kenyataan di lapangan, tidak semua orang yang mendaftar bisa diambil darahnya, karena kadar HB, tekanan darah dan berat badan tidak memenuhi syarat. Kalaupun memenuhi syarat dan bisa diambil, juga belum tentu juga bisa digunakan karena rusak atau kedaluwarsa," imbuh Kukuh.
Darah bisa rusak, lanjut Kukuh, disebabkan beberapa hal seperti mengandung penyakit Hepatitis B atau C, shyphilis maupun HIV/AIDS. Hal lain juga bisa disebabkan kondisi kesehatan pendonor yang semakin menurun saat diambil darahnya, sehingga kegiatan donor terpaksa dihentikan sebelum darah memenuhi satu kantong (+ 350 cc).
"Ada pendonor yang awalnya memenuhi syarat, tiba-tiba saat diambil darahnya kondisi kesehatannya drop, pusing, hampir pingsan, terpaksa dihentikan. Ini bisa disebabkan ketakutan, atau kondisi kesehatannya yang memang labil," tambahnya.
Kukuh, petugas Pencari dan Pelestarian Donor Darah Sukarela (P2D2S) PMI Purbalingga, Senin (5/3/2012), mengatakan, pihaknya kini mengintensifkan kerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat, instansi swasta dan pemerintah untuk, menggiatkan donor darah. "Kami juga harus bergerilya mencari orang-orang yang berpotensi diambil darahnya," tambahnya.
Sasaran utama orang-orang yang dianggap berpotensi di antaranya pendonor pengganti, yaitu pendonor di luar pendonor sukarela (bukan pendonor rutin) yang pernah secara insidentil membantu pasien berkebutuhan darah, di antaranya seperti keluarga atau kerabat pasien. Sasaran lain, yang penting memenuhi syarat usia (17-60 tahun), sehat, berat badan minimal 45 kg dan tidak setelah operasi dalam tiga bulan terakhir.
Kendati kebutuhan darah O dan AB lebih tinggi, Kukuh mengatakan pihaknya tidak semata hanya berburu kedua jenis golongan darah itu saja. Karena kondisi dan kebutuhan darah setiap hari, bahkan setiap menit, sangat mungkin berubah.
"Kebutuhan darah di Purbalingga mencapai 30 kantong darah sehari. Tetapi pemenuhannya baru sekitar 20 kantong per hari, akibatnya lebih dari 30 persen pasien yang membutuhkan tidak bisa mendapatkan darah untuk penyembuhan yang bisa mengakibatkan kematian," tutur Kukuh.
Data PMI Purbalingga menyebutkan, pada tahun 2010 dalam setahun terkumpul darah hingga 5.725 kantong, tahun 2011 jumlah darah yang terkumpul mencapai 7.461 kantong. Dalam setahun, PMI setempat telah melakukan kegiatan hingga 378 kali yakni pada tahun 2011. Itu belum termasuk upaya "gerilya" yang dilakukan secara informal.
"Kenyataan di lapangan, tidak semua orang yang mendaftar bisa diambil darahnya, karena kadar HB, tekanan darah dan berat badan tidak memenuhi syarat. Kalaupun memenuhi syarat dan bisa diambil, juga belum tentu juga bisa digunakan karena rusak atau kedaluwarsa," imbuh Kukuh.
Darah bisa rusak, lanjut Kukuh, disebabkan beberapa hal seperti mengandung penyakit Hepatitis B atau C, shyphilis maupun HIV/AIDS. Hal lain juga bisa disebabkan kondisi kesehatan pendonor yang semakin menurun saat diambil darahnya, sehingga kegiatan donor terpaksa dihentikan sebelum darah memenuhi satu kantong (+ 350 cc).
"Ada pendonor yang awalnya memenuhi syarat, tiba-tiba saat diambil darahnya kondisi kesehatannya drop, pusing, hampir pingsan, terpaksa dihentikan. Ini bisa disebabkan ketakutan, atau kondisi kesehatannya yang memang labil," tambahnya.
{ 0 komentar...Tambahkan Komentar Anda }
Posting Komentar