Asa Thalassaemia dan Setetes Darah

Diposting oleh 100quarantee on Senin, 27 Februari 2012


"Ayah, abang itu sakitnya sama juga ya sama kakak?". Sambil menarik lengan ayahnya, Masyithah Indallah (7), menunjukkan pemandangan seseorang yang sedang melakukan transfusi darah di PMI Mobile di kawasan Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Sabtu (18/2/2012) kemarin. Nasrullah (39), sang ayah, tersenyum. Kemudian diapun menuntun Masyitah ke panggung di mana sejumlah anak sedang melakukan kegiatan mewarnai gambar.

Saat itu memang sedang ada kegiatan di antaranya donor darah dan lomba mewarnai, guna memeriahkan Pelantikan Pengurus Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassaemia Indonesia (POPTI) Cabang Aceh, tepatnya di Gedung Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Sabtu (18/2) kemarin. "Setiap sebulan sekali Masyithah harus melakukan transfusi darah, makanya dia tidak takut lagi kalau melihat jarum, dokter, rumah sakit, bahkan darah sekalipun.

Ia menderita Thalassaemia, sudah 3 tahun terakhir," jelas Nasrullah dengan mata berkaca. Akibat penyakit yang dideritanya, Masyithah harus melakukan transfusi darah setiap bulan, seumur hidupnya. Tidak hanya itu ia pun harus mengonsumsi obat setiap harinya untuk menyeimbangkan metabolisme tubuhnya. Masyithah diketahui menderita Thalassaemia mayor, sejak berusia 4 tahun. Setiap hari Masyithah, mengeluhkan pusing dan sakit kepala. "Wajahnya pucat kekuningan, dan saat itu dia mengalami pembengkakan di perut bagian kiri, dan setelah kami konsultasi ke dokter, kami baru tahu kalau ia menderita penyakit itu," jelas laki-laki asal Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar ini.

Sejak saat itu, obat-obatan tak bisa lepas dari keseharian Masyithah. "Awalnya dia harus menjalani transfusi darah, merupakan kesakitan batin kami yang tiada terkira. Kami tak sanggup melihat airmatanya yang menetes saat jarum-jarum suntik harus disuntikkan ke tubuhnya, namun kini sudah terbiasa," kisah Nasrullah. Setiap bulannya Masyithah melakukan tranfusi darah di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin Banda Aceh. "Sekali transfusi bisa 2 hingga 3 botol darah.

Pernah kami tidak mendapatkan darah karena stok di PMI kosong, saya kelimpungan mencari darah, saya baru mendapat darah lewat sehari dari jadwal transfusi, dan Mayithah sudah dalam kondisi pucat sekali, Alhamdulillah Allah masih memberinya umur panjang," ujarnya. Untungnya, pengobatan bagi pasien Thalassaemia mayor ini digratiskan oleh pemerintah. " Jika tidak gratis bisa dibayangkan setiap orangtua harus membayar harga Rp 8-10 juta per bulannya, untuk pengobatan penderita," sebut Nasrullah.

Aceh Deklarasikan POPTI Masyihthah tidak sendiri menderita Thalassaemia. Menurut dr Heru Noviat Herdata, Sp.A, kini terdata sebanyak 100 orang dari berbagai daerah di Aceh menderia Thalassaemia mayor. Mereka berusia 1 hingga 32 tahun. " Kesemua mereka melakukan pengobatan di Banda Aceh dan ini data yang dihimpun oleh Palang Merah Indonesia (PMI) Banda Aceh, mungkin masih banyak penderita yang belum terdata hingga saat ini," sebut Heru. Thalassaemia adalah suatu kelainan darah yang terdapat di banyak negara di dunia, dan khususnya orang-orang yang berasal dari daerah Laut Tengah atau Asia.

Kelainan darah ini jarang ditemukan para orang-orang yang berasal dari Eropa Utara. Seperti diketahui, Thalassaemia mayor ini tidak bisa disembuhkan, untuk itu perlu kekuatan yang besar bagi orangtua yang anaknya menderita penyakit ini. Disebutkan Heru, untuk itu, di Aceh saat ini didirikan sebuah lembaga Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassaemia Indonesia (POPTI).

"Tujuannya tak lain adalah untuk meningkatkan usaha pencegahan serta penanganan dan pelayanan bagi penderita Thalassaemia, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang optimal sehingga meningkatkan kualitas hidupnya," jelas dr Heru yang juga menjabat sebagai Ketua POPTI Aceh. Kehadiran POPTI di Aceh diharapkan juga bisa berperan sebagai wadah bagi para orangtua penderita Thalassaemia untuk saling mendukung, menguatkan, berbagi informasi dan edukasi terkait dengan penyakit Thalassaemia.

"Keberadaan para profesional dalam lembaga POPTI di Aceh, diyakini akan memberi keyakinan bahwa organisasi ini akan mampu memberi kontribusi yang sangat strategis bagi keluarga dan penderita Thalassaemia, baik dalam tindakan pengobatan, pencegahan mapupun penggalangan sumberdaya untuk membantu penderita Thalassaemia," jelasnya. Melalui lembaga POPTI Aceh, sebut Heru, pihaknya juga berharap agar rumah sakit pemerintah di Aceh, bisa menyediakan satu ruang khusus bagi penderita Thalassaemia mayor yang menjalani perawatan.

"Para penderita ini tidak sakit, Cuma dia harus mendapat ruang yang nyaman saat melakukan tranfusi darah, jadi kami berharap tidak disatukan dengan pasien-pasien lainnya, sehingga mereka bisa lebih nyaman," katanya.

theglobejournal | kaskus | kompas | detik | okezone | SNSD movement

Klik tombol like diatas... Jika anda menyukai artikel ini.
Terima Kasih telah mengunjungi Blog ini,
Jangan lupa untuk memberikan komentar pada form dibawah post ini...

Share / Bagikan Artikel ini ke teman Anda :

{ 0 komentar...Tambahkan Komentar Anda }

Posting Komentar