Apa yang harus dilakukan jika mengalami kondisi seperti ini? Sedangkan si pasien memerlukan waktu cepat untuk memulai operasi. Lazimnya, langsung menghubungi Unit Transfusi Darah (UTD) yang ada di PMI (Palang Merah Indonesia).
Jika masih juga kosong maka dengan cepat menyebarkan informasi perlu bantuan donor darah via telepon, SMS hingga BlackBerry Messenger (BBM) yang di-broadcast ke jaringannya.
Keluarga, teman maupun tetangga biasanya cepat merespons untuk menjadi pendonor. Terlebih lagi jika keberadaan golongan darahnya mudah dicari. Di sinilah makna sesama manusia saling membutuhkan dan melengkapi.
Kemungkinan terburuk sebetulnya dapat diantisipasi dengan mengoptimalkan gerakan donor darah agar stok darah di PMI selalu tersedia. Kehadiran Komunitas Darah Segar (Komdas) Pontianak telah membantu membangkitkan motivasi masyarakat untuk mendonorkan darahnya demi membantu sesama.
Bayangkan saja, berapa jiwa tertolong karena aksi masyarakat yang mendonorkan darahnya. Sebut saja untuk operasi saat persalinan, kejadian emergency, kecelakaan lalu lintas hingga untuk operasi medis lainnya.
Donor darah diidentikkan dengan memberikan darahnya untuk kepentingan orang lain tanpa mengharap imbalan. Namun belakangan ini ada yang menjadikannya sebagai ajang bisnis dengan munculnya calo darah. Benarkah ada calo darah?
Logikanya, saat seseorang memerlukan darah (dalam kondisi terjepit) maka merogoh kocek sekalipun tak apa-apa, bahkan rela berutang untuk mendapatkan darah demi menyelamatkan nyawa si pasien. Di beberapa daerah, modus calo darah diawali dengan munculnya orang misterius yang mendatangi keluarga pasien di ruang intensive care unit. Biasanya keluarga pasien tak berdaya dan mengiakan begitu saja meski biayanya besar.
Soal kebenaran calo darah di Kota Pontianak ini memang belum terungkap secara gamblang. Mengambil darah di PMI memang tidak gratis. Kepala Dinas Kesehatan Kalbar, Andy Jap mengatakan biaya untuk pengambilan darah di PMI dibebankan biaya pengolahan darah sebesar Rp 250 ribu.
Biaya tersebut untuk penggantian pengolahan darah, dari laboratorium, untuk menentukan apakah darah tersebut layak atau tidak diberikan kepada korban. Biaya tersebut sesuai dengan SK Gubernur yang sama berlaku di seluruh Indonesia.
Aturan tentang donor darah ini telah ada yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 1980 tentang Transfusi Darah yang melarang jual-beli darah. Tepatnya Pasal 3 yang menyebutkan, dilarang memperjualbelikan darah dengan dalih apa pun.
Aturan ini berisi ketentuan pidana. Ayat (1) Pasal 12, menyebutkan perbuatan jual-beli darah diancam pidana kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 7.500. Sanksi ini memang dianggap masih ringan sehingga masih memberi peluang untuk terjadinya tindakan jual beli darah, yang seharusnya ini soal kemanusiaan dan sosial.
Yang harus disadari, setiap orang tak semestinya menjalankan bisnis darah karena mengancam jiwa seseorang yang memerlukan darah cepat.
Menteri Kesehatan menunjuk PMI sebagai lembaga resmi untuk pengadaan persediaan darah dari pendonor sukarela. Penarikan biaya pengganti pada pasien yang memakai darah diatur dalam SK Dirjen Yan Med (Pelayanan Medis) Nomor 1147/YANMED/RSKS/1991.
Perhitungan biaya pengelolaan darah ditetapkan berdasarkan komponen bahan dan alat habis pakai, komponen administrasi, dan komponen jasa PMI. Penggunaan darah bukan didapat melalui pembelian, melainkan mengganti ongkos belaka, dan nilainya ditetapkan PMI.Bagi PMI dan pemerintah, khusus rumah sakit mesti ekstra ketat mengawasi agar praktik calo darah tidak terjadi. Rumah sakit dan PMI juga harus steril dari praktik tersebut.***
equatornews | kaskus | kompas | detik | okezone | SNSD Movement
{ 0 komentar...Tambahkan Komentar Anda }
Posting Komentar